0
Home  ›  Opini Umat

Kubu Abah Siap-Siap Kecewa: Kalah Pilpres dan Kalah Gugatan ke MK

Kubu Abah Siap-Siap Kecewa: Kalah Pilpres dan Kalah Gugatan ke MK

Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden Indonesia 2024 telah berlangsung pada Rabu, 14 Februari 2024. Berdasarkan hasil hitung cepat dari sejumlah lembaga survei, pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, unggul atas pasangan calon nomor urut 01, Abah Baswedan-Muhaimin Iskandar, dengan perolehan suara lebih dari 55 persen.

Namun, kubu Abah tidak menerima hasil tersebut karena adanya indikasi kecurangan yang terjadi secara sistematis, terstruktur, dan masif. Kubu Abah diyakini memiliki bukti-bukti pelanggaran yang terjadi di berbagai daerah, seperti penyalahgunaan fasilitas negara, penggelembungan suara melalui sistem IT KPU, surat suara yang sudah tercoblos, praktik politik uang dan banyak lagi.


Untuk itu, kubu Abah memang harus melakukan pengawalan ketat terhadap suara C1, yaitu formulir sertifikat hasil dan rincian penghitungan perolehan suara di TPS. Kubu Abah juga diyakini akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan hasil pilpres 2024 dan menggelar pemungutan suara ulang atau 2 putaran.


Apa yang Akan Terjadi?


Kubu Abah memiliki hak untuk menggugat hasil pilpres 2024 ke MK, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. 


MK akan menangani perkara gugatan pilpres 2024 dalam waktu 14 hari sejak permohonan diterima. MK akan menggelar sidang-sidang untuk mendengarkan keterangan dari pemohon, termohon (KPU), pihak terkait (paslon 02), dan saksi-saksi. MK juga akan melakukan verifikasi dan klarifikasi terhadap bukti-bukti yang diajukan.


Tapi, MK akan memutuskan perkara gugatan pilpres 2024 berdasarkan fakta hukum dan pertimbangan konstitusional. MK memiliki kewenangan untuk menolak, mengabulkan sebagian, atau mengabulkan seluruhnya permohonan pemohon.


Pengalaman Pahit di 2019


Pilpres 2024 bukanlah kali pertama terjadi sengketa hasil pilpres di Indonesia. Pada pilpres 2019, pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, juga menggugat hasil pilpres yang menetapkan kemenangan pasangan calon nomor urut 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin, dengan perolehan suara 55,50 persen berbanding 44,50 persen


Kubu Prabowo juga menuding adanya kecurangan yang terjadi secara sistematis, terstruktur, dan masif, serta mengajukan bukti-bukti pelanggaran yang terjadi di berbagai daerah. Kubu Prabowo juga melakukan pengawalan suara C1 dan melakukan gugatan ke MK hingga disiarkan langsung di stasiun TV.


Namun, MK menolak seluruh permohonan kubu Prabowo dan memutuskan bahwa tidak ada kecurangan yang terbukti mempengaruhi hasil pilpres secara nasional. MK juga menilai bahwa bukti-bukti yang diajukan oleh kubu Prabowo tidak memenuhi syarat formil dan materiil, serta tidak relevan dan meyakinkan.


Kubu Abah Bernasib Sama?


Dari pilpres 2019, dapat diambil hikmah bahwa suara umat Islam yang saat itu berada di kubu Prabowo tidak cukup untuk melakukan gugatan. Begitu juga dengan pilpres 2024, ada kemungkinan pola yang sama akan terjadi. Artinya, kubu Abah tidak akan bisa memenangi gugatan. Bukan pesimis, tapi ini bukan kali pertama.


Bahkan, 5 tahun atau 10 tahun hingga 15 tahun ke depan, pola yang sama bisa terus berulang dan terjadi. Lantas, kapankah suara umat Islam bisa memenangi pemilihan jika hal yang sama sangat mungkin untuk terus terjadi?


Jika pun akhirnya bisa menguasai parlemen hingga 99%, bukankah Masyumi patut menjadi pelajaran?


-SA-

Posting Komentar
Cari
Menu
Warna
Bagikan
Additional JS