Bendera One Piece Berkibar: Sindiran untuk Penguasa Zalim dan Perlawanan Rakyat yang Muak
Di sudut-sudut kampung, di dinding-dinding tua yang retak, dan di media sosial yang riuh, bendera dengan tengkorak dan topi jerami tiba-tiba berkibar. Bendera Jolly Roger milik Luffy dan kru Topi Jerami dari One Piece kini bukan sekadar simbol fiksi, melainkan lambang perlawanan imajiner rakyat yang telah muak. Muak pada penguasa zalim, muak pada kapitalisme rakus, dan muak pada oligarki yang menggerogoti keadilan. Apa makna di balik bendera ini? Mengapa rakyat memilih simbol dari komik untuk menyuarakan kemarahan mereka? Ini bukan soal fanatisme pada manga, tetapi tentang jeritan rakyat yang tercekik oleh sistem yang korup dan penguasa yang lupa daratan.
Bendera Jolly Roger: Simbol Pemberontakan Rakyat
Dalam One Piece, bendera Jolly Roger adalah tanda kebebasan. Luffy dan kawan-kawannya berlayar melawan angkatan laut dunia, World Government, yang mengklaim sebagai penjaga keadilan, tetapi sebenarnya adalah alat oligarki Tenryuubito—para bangsawan dunia yang hidup di atas penderitaan rakyat. Bukankah ini cerminan dunia kita? Penguasa yang mengatasnamakan rakyat, tetapi justru memeras mereka. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 menunjukkan bahwa 40% kekayaan Indonesia dikuasai oleh 1% penduduk terkaya. Sementara itu, 26 juta rakyat hidup di bawah garis kemiskinan, dan upah buruh nyaris tak beranjak meski harga kebutuhan pokok melambung. Di tengah ini, oligarki dan kroni penguasa terus menguasai tambang, hutan, dan proyek-proyek infrastruktur yang katanya "untuk rakyat", tetapi nyatanya hanya menggemukkan rekening mereka.
Bendera One Piece yang kini dikibarkan di demonstrasi-demonstrasi kecil, di grafiti jalanan, hingga di unggahan X, adalah sindiran pedas. Rakyat tak lagi percaya pada bendera-bendera resmi yang dikibarkan di istana. Mereka memilih simbol Luffy karena Luffy adalah pemberontak yang tak tunduk pada kekuasaan, yang memilih kebebasan dan persahabatan di atas harta dan tahta. Ini adalah pernyataan bahwa rakyat tak butuh penguasa yang hanya pandai berpidato, tetapi justru merampas hak-hak mereka.
Penguasa Zalim dan Kapitalisme yang Menindas
Lihatlah realitas di sekitar kita. Proyek-proyek megah seperti ibu kota baru atau kereta cepat yang dibiayai utang triliunan rupiah hanya menguntungkan segelintir konglomerasi. Laporan Transparency International 2024 menempatkan Indonesia di peringkat 115 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi, membuktikan bahwa korupsi telah menjadi bagian dari sistem. Sementara itu, rakyat kecil dipaksa menanggung pajak yang mencekik, dari PPN hingga pajak karbon, sementara pengusaha besar lolos dari kewajiban pajak melalui celah-celah hukum yang sengaja dibuat.
Penguasa zalim ini tak sendiri. Mereka dilindungi oleh sistem kapitalisme yang telah bersekutu dengan oligarki. Seperti Tenryuubito yang menganggap rakyat sebagai budak, para penguasa dan kroni mereka menjadikan rakyat sebagai mesin penghasil keuntungan. Tanah-tanah adat dirampas untuk tambang dan perkebunan, buruh diupah rendah dengan jam kerja tak manusiawi, dan anak-anak muda terjebak dalam jerat utang pinjol karena lapangan kerja yang nyaris tak ada. Di One Piece, World Government menyebarkan propaganda untuk menutupi kejahatan mereka. Di dunia nyata, penguasa menggunakan media dan buzzer untuk membungkam kritik dan memutarbalikkan fakta.
Namun, rakyat bukanlah budak yang bisu. Ketika bendera One Piece dikibarkan, itu adalah pernyataan perlawanan. Rakyat telah muak dengan janji-janji kosong, dengan hukum yang hanya berpihak pada yang kuat, dan dengan penguasa yang menganggap diri mereka dewa. Seperti kru Topi Jerami yang tak gentar melawan angkatan laut, rakyat mulai bangkit—meski kecil, meski imajiner, tetapi penuh makna.
Pemberontakan Imajiner yang Mengguncang
Bayangkan jika rakyat benar-benar bersatu seperti kru Topi Jerami. Buruh, petani, nelayan, mahasiswa, dan kaum marginal bersatu di bawah bendera kebebasan, menolak tunduk pada penguasa zalim. Demonstrasi tak lagi sekadar teriakan di jalan, tetapi menjadi gelombang yang tak terbendung. Di X, tagar #BenderaOnePiecr menjadi trending, menggambarkan bagaimana rakyat menggunakan simbol ini untuk menyuarakan kemarahan mereka. Seorang pengguna X, @somnalubis menulis, “Salah satu kebodohan paling bodoh itu adalah takut terhadap sesuatu yg tdk diketahui:
Pemerintah kita sedang memperlihatkan itu!
One Piece itu bkn sekadar Anime tapi replika nyata kehidupan. One Piece itu sangat kompleks: Sejarah dan masa depan ada di sana
#BenderaOnePiece".
Pemberontakan ini mungkin masih imajiner, tetapi setiap perlawanan besar dimulai dari mimpi. Seperti Luffy yang bermimpi menjadi Raja Bajak Laut, rakyat bermimpi tentang keadilan, kesetaraan, dan kebebasan. Dan mimpi ini tak bisa dipadamkan oleh penguasa, sekuat apa pun mereka. Sejarah telah membuktikan: ketika rakyat bersatu, tak ada kekuatan yang bisa menghentikan mereka. Reformasi 1998 adalah buktinya, ketika rakyat menumbangkan rezim otoriter. Kini, di tengah krisis yang lebih kompleks, perlawanan tanpa kekerasan dari nurani rakyat sedang dirajut. Ini bukanlah pemberontakan, ini adalah bentuk meluruskan kekuasaan yang tenggelam dalam lautan fana.
Bukan Sekadar Person, Tetapi Sistem yang Rusak
Namun, jangan terjebak pada ilusi bahwa mengganti penguasa akan menyelesaikan masalah. Kerusakan hari ini bukan hanya karena person yang korup atau zalim, tetapi karena sistem yang melindungi mereka. Sistem kapitalisme yang menjadikan keuntungan sebagai tujuan utama telah menciptakan ketimpangan yang mengerikan. Sistem hukum yang lemah memungkinkan oligarki dan kroni berkuasa tanpa hukuman. Sistem politik yang korup menjadikan demokrasi hanya sebagai topeng untuk mempertahankan kekuasaan.
Bendera One Piece yang berkibar adalah panggilan untuk tidak hanya melawan penguasa, tetapi juga sistem yang menopang mereka. Kita perlu sistem yang menempatkan keadilan pada rakyat sebagai prioritas, bukan keuntungan korporasi. Kita perlu hukum yang adil, bukan yang melindungi penutup kejahatan. Kita perlu pemerintahan yang adil dan beriman, bukan sekadar pemilu yang dimanipulasi oleh uang dan kekuasaan.
Seperti kata Luffy, “Aku akan menjadi Raja Bajak Laut, apapun yang terjadi!” Rakyat harus memiliki tekad yang sama: kita akan merebut kebebasan dan keadilan, apapun rintangannya. Bendera Topi Jerami bukan sekadar simbol, tetapi panggilan untuk berjuang. Untuk rakyat yang telah muak, inilah saatnya bangkit. Lawan penguasa zalim, hancurkan sistem yang korup, dan bangun dunia yang lebih adil—satu langkah, satu perjuangan, satu mimpi pada satu waktu.
Penulis
Rizqi Awal, jika hidup di dunia One Piece, pasti akan menulis ini sambil menggenggam pena di atas kapal Going Merry, di bawah bendera Topi Jerami yang berkibar kencang.